Senin, 30 April 2012

Menjemput Pengantin


Cerpen  Yuliadi Soekardi

Pada mulanya adalah kesunyian. Kesunyian itulah yang membukakan diri lebih luas. Menyingkapkan dirinya yang bercerita tentang kebahagiaan atau bahkan kedukaan. Dalam kesunyiaan kita saksikan kehadiran matahari yang begitu perkasa. Yang semuanya diatur oleh Maha Pencipta Jagat Raya ini. Membuat diri kita sadar tentang ketakberdayaan manusia. Aku ngungun.
Aku sedang melayang terbang mengepakkan sayap-sayap. Inilah sebuah atraksi yang kupilih sendiri. Terbang melintasi bukit-bukit gersang. Melintasi kebun kurma di sana. Melintasi lautan pasir yang luas. Jalan-jalan kafilah dagang. Ini semua bisa kulakukan dengan mudah. Karena aku masih bebas dan sendiri. Apalagi aku pun punya sayap-sayap yang banyak. Sehingga aku bisa menjangkau ke mana saja menuruti kemauanku. Sampai ke ujung bumi yang belumkuketahui. Tapi apakah aku ini sejatinya… seekor burung? Ataukah aku …. seekor rama-rama? Dengan sayap-sayap yang banyak ini? Padahal aku bukan seekor burung atau apapun yang bersayap seperti itu.
Bahkan aku bingung menentukan arah terbangku. Apakah ke awan yang tinggi di sana. Menyaksikan bintang-bintang yang berhenti berkedip.  Atau sekadar mengikuti angin. Di mana angin yang bergerak di padang pasir yang cepat dan berpindah-pindah. Yang sering bisa membuat bencana yang tak diingini.  Ataukah ke tempat sejuk di dekat mata air di sana.
Hanya di sini kini aku tidak ke bisa mana-mana. Karena nyatanya aku tidak punya sayap satupun. Aku bahkan sedang didandani untuk menjadi gadis pengiring menjemput pengantin. Di sebuah ruangan khusus berhias. Bersama dengan 9 gadis pagar ayu yang lainnya.
Hari memang masih gelap. Sang surya dengan lambat menampakkan diri secara perlahan di sebuah perkampungan kaum Nasarah. Di pinggiran kota Medinah.
Dan perlahan pula acara merias itu sudah lama selesai.  Kini aku  bersama kawan-kawan para dara “pagar ayu” siap mendampingi calon pengantin putri yang sudah dihias lebih cantik. Dalam iringan yang teratur di belakang pengantin putri. Kami semua siap mengawal calon pengantin putri menunggu dipersunting pengantin pria yang sebentar lagi datang.
Pada mulanya calon pengantin putri berdiri dengan tegar namun anggun. Demikian pula dengan kami yang mendampinginya sebagai pagar ayu. Namun ketika waktu terus merangkak  semakin siang. Suasana pun semakin tak terjaga.  Pembawa acara masih memberikan harapan-harapan. Bahwa pengantin pria dan rombongannya akan datang.
Siang kini mulai bergerak terus. Kami semua masih menunggu. Kami tahu kalau calon pengantin masih di situ dengan segala kecemasannya. Kami pun sama. Meskipun dalam posisi yang berbeda. Tapi hakikatnya ya harus: Menunggu. Menunggu memang  menjengkelkan. Apalagi menunggu yang tak jelas. Sangat memuakkan.  Menunggu kehadiran pengantin lelaki yang tak kunjung tiba. Padahal sebenarnya menunggu kali ini adalah menunggu yang menggembirakan. Sungguh.
            Kembali aku pada kesadaran bahwa tugasku bersama-sama yang lain adalah menunggu pengantin pria. Dan menyaksikan kehadirannya. Padahal pengantin pria tinggal di tempat yang jauh di selatan sana.
            Sampai hari beringsut  menuju sore, pengantin pria belum juga muncul. Semua sudah semakin gelisah. Keringat dingin pengantin dan para dara pengiring mulai tumpah.  Ada apa yah? Macam-macam pikiran pun bertingkah. Sampai suatu ketika pengatur acara mendekati calon pengantin.
            “Upacara penyambutan pengantin diundur.”
            Kami semua terkejut.
            “Tapi bukan berarti pernikahan akan dibatalkan.”
            “Lalu?”
            “Calon  mempelai terjatuh dari untanya ketika rombongan sedang menuju ke mari.”
            “Tapi untunglah pengantin tak apa-apa. Hanya perlu waktu untuk istirahat. Besok pagi barulah pengantin akan kemari siap dinikahkan.”
            Kami para pagar ayu pun mengantar  calon pengantin ke kamarnya. Dengan hati meruyak dan sedikit kecewa.  Namun masih harus bersiap melakukan tugas pada pagi berikutnya.
            Besoknya semuanya berjalan lancar. Dan pesta penyambutan calon mempelai pria berjalan baik. Sang Pengantin Pria pun datang bersama rombongannya. Upacara pernikahan pun dilakukan sesuai dengan yang direncanakan. Semua pristiwa menegangkan ini kuceritakan  pada Paman Waraqah.
            “Kau harus bersyukur, Maryam. Karena kau dapat mendampingi pengantin putri sampai saatnya tiba. Hendaknya kau juga bisa menyambut pengantin pria yang akan dielu-elukan umat manusia kelak.” Ujar Paman Waraqah dengan tersenyum.
            “Maksud Paman?”
            “Kita semua ini juga sedang menunggu kehadiran sang Pengantin yang lain.”
            “Pengantin yang mana?”
            “Pengantin buat semua orang. Dialah Anak Manusia seperti yang dinubuatkan Isa al-masih dalam kitabnya: …’karena seperti kilat memancar dari timur, dan bercahaya sampai ke barat, demikian juga kedatangan Anak Manusia itu….’ (Matius 24 :27)
“Siapakah sang pengantin yang bergelar anak manusia itu?”
“Dialah Sang Setiawan (Al-Amin) yang selalu berkata benar. Mungkin di antara kita nanti tak sempat menemuinya.”
            “Mengapa?”
            “Karena kita tak tahu kapan kejadian itu berlangsung.”
            “Paman semakin membingungkan.”
            “Eh ini serius ada Maryam. Di sana dinyatakan. Dengarlah seperti yang ditulis Matius dalam Injilnya: Yang menyatakan kalau kerajaan surga itu kelak akan datang seperti seumpamana 10 orang anak dara (pagar ayu)  yang mengawal pengantin putri. Mereka telah diperingatkan oleh panitia penyambutan. Agar mereka membawa pelita yang siap dinyalakan.”
“Mengapa?”
“Karena kehadiran si pengantin lelaki tidak diketahui dengan pasti. Apakah siang ataukah malam.”
“O… benar juga.”
“Dan apa yang dilakukan oleh para dara dari pagar ayu itu?”
“Ya, aku nggak tahu Paman?”
“Begini, diketahui ada lima orang gadis yang tak peduli. Dia membawa pelita tanpa minyak.  Dan ada lima dara yang lain yang  peduli pada tugasnya. Yang lima lainnya komplet membawa pelita yang sudah diberi minyak.Demikianlah semuanya telah terjadi. Sang pengantin yang ditunggu-tunggu tidak datang-datang jua. Sehingga membuat para pagar ayu tertidur sebagian  karena mengantuk. Sampai datang malam hari. Ketika salah satu panitia berseru. “Hadirin pengantin itu telah datang. Hai anak-anak pagar ayu, bersiap-siaplah untuk mengelu-elukan pengantin.”
Karena sudah malam para pagar ayu pun mulai menyalakan pelitanya untuk menerangi kehadiran pengantin laki-laki itu. Maka gadis-gadis yang lalai pun berbisik: “Berilah kami sedikit minyak kalian. Agar kita bisa sama-sama menyambut pengantin.”
Namun tentu saja pagar ayu yang lain enggan memberikannya, bahkan berkata: “Aduh maaf saudaraku, kalau minyak kami sedikit  alamat tak akan cukup buat keperluan kami sendiri.”
“Lalu bagaimana dong dengan kami berlima ini? Apa yang harus kami lakukan?”
“Sebaiknya kalian membeli minyak pada penjual minyak isilah lampu-lampu kalian itu.”
Mereka berlimapun cepat pergi dan membeli minyak yang diperlukan di luar sana. Dan sepeninggal anak dara yang membeli minyak, datanglah pengantin yang ditunggu-tunggu para pagar ayu yang ada pun bersiap dengan lampu menyala. Mereka mengiring pengantin putri dengan lampu nyala di tangan mereka. Dan pengantin putra pun berkenan masuk ke dalam rumah bersama pengantin putri dan pagar ayunya. Pintu pun dikunci.
Sementara itu para pagar ayu yang membeli minyak telah datang dan langsung mengetuk-ngetuk pintu dengan sia-sia. Padahal mereka sudah berseru: ‘Tuan-tuan yang sudah ada di dalam, bukalah pintunya.’
Para gadis pun terkejut ketika ada suara dari dalam yang di luar perkiraan mereka semua; ‘Maaf kami sesungguhnya tidak mengenal kalian yang di luar. Jadi kami tidak akan membukakan pintunya.’
Para gadis yang tertinggal itu tak diperkenankan masuk. Mereka sudah diperingatkan, bahwa pengantin akan datang. Bahkan di saat malam tiba,  namun mereka lalai. Dan membiarkan waktu berlalu. Padahal mereka diberi waktu cukup untuk melakukan peringatan tersebut.
Coba perhatikan: “….sebab itu hendaklah kamu berjaga-jaga, karena tiada kamu ketahui akan hari atau waktunya…” (Matius 25 : 13)
"Jadi apa yang dimaksud dengan Sang Pengantin itu?”
"Dialah yang disebut Anak Manusia yang menjadi Nabi Penutup zaman. Yang telah dinubuatkan oleh Isa dan nabi-nabi terdahulu. Yang akan mendirikan kerajaan sorga di bumi."
            "Apakah beliau telah hadir di bumi ini?" tanya Maryam antusias.
"Ya paman telah menjumpai pengantin itu secara tidak sengaja ketika sepupuku Khatijah menceritakan perihal pengalaman suaminya yang tahannuth (bersamadi) di Gua Hira untuk beberapa waktu. Ketika beliau sedang tidur datang malaikat yang membawa sehelai lembaran kulit dan berkata dengan suara yang jelas di depannya: "Bacalah!" Beliaupun terkejut dan menjawab dengan bingung:"Aku tak dapat membaca." Beliau merasa malaikat kemudian memeluknya sehingga tenggorokannya merasa tercekik. Di saat itu malaikat berkata: "Bacalah." Dan diulangi sekali lagi: "Bacalah!" Beliau tentu masih ketakutan sambil menjawab: "Apa yang harus saya baca?" Dan malaikatpun berkata: "Bacalah…Dengan nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah. Dan Tuhanmu Maha Pemurah. Yang mengajarkan dengan Pena. Mengajarkan kepada manusia apa yang belum diketahuinya…" Lalu beliaupun mengulangi kata-kata tersebut sampai tertanam dalam kalbunya. Dan beliaupun melihat malaikat itu pergi.
Beliaupun bertanya-tanya apa yang dilihatnya dan apa yang dirasakannya? Beliapun menoleh ke kiri dan ke kanan. Dan tak melihat siapapun. Sampai akhirnya beliau berdiam dengan tubuh gemetar ketakutan. Cepat ditinggalkannya gua tersebut dan menyusuri  celah-celah bukit. Hanya ia merasa dadanya lapang hatinya terang-benderang. Kebenaran telah menunjukkan kepadanya. Tentang Yang Maha Tunggal  yang telah memberikan peringatan dan menciptakan manusia Dia Yang Maha Pemurah, yang mengajarkan manusia dengan pena.
Saat itulah beliau mendengar suara memanggilnya. Suara itu dahsyat sekali menggeletar. Beliaupun memandang wajah langit. Apa… beliau melihat malaikat dalam ujud sebagai manusia. Rupanya dia memanggil beliau. Dan ini membuat beliau ketakutan. Serta tertegun. Dan mencoba memalingkan muka dari wajah malaikat tadi. Namun beliau masih melihat malaikat di seluruh ufuk langit. Beliaupun cepat pulang dan hatinya berdegub keras dan cepat masuk kamar. Beliau yang melihat istrinya Khatijah pun berseru: "selimuti aku. Dan selimut pun diberikan namun tubuhnya masih menggigil seperti kedinginan.
Aku sendiri cepat dipanggil Khatijah dan mendengar semuanya. Akupun berseru girang:
"O…, putera Pamanku! Bergembiralah dan tabahkan hatimu. Demi Dia Yang Memegang Hidup Katijah, aku sangat berharap kiranya engkau akan menjadi Nabi atas umat ini. Sama sekali Allah takkan mencemoohkan aku; sebab engkaulah yang mempererat tali kekeluargaan, jujur dalam kata-kata, kau yang mau memikul beban orang lain dan menghormati tamu dan menolong mereka, yang dalam kesulitan atas jalan yang benar."
Aku melihat kini beliau tampak tenang kembali. Dipandangnya aku dan Khatijah dengan pandangan penuh terima kasih."
"Mengapa Paman punya kesimpulan demikian, bahwa suami bibi Khatijah adalah Pengantin yang akan dijemput?"
"Ya… ini sesuai dengan firman yang tertulis dalam Haggai 2 : 8): "Dan Aku akan menggoncangkan semua bangsa, dan Himda untuk semua bangsa ini akan datang……"
"Aku belum paham, Paman."
"Himda, hamida atau hmd adalah bahasa Aramia berarti terpuji. Kalau dalam bahasa Arab adalah Ahmad. Sementara Nabi Isa sendiri pernah menyampaikan akan datangnya seorang nabi setelah dia. Dan orang itu adalah Rasul Tuhan yang disebut Paracletos, Periclytos yang dalam bahasa  Arab adalah Ahmad = amat terkenal, mulia dan terpuji. (Injil Yohanes). Sedang Ahmad atau Muhammad adalah suami sepupu Paman yang bernama Khatijah."
"Tapi aku belum bisa menerimanya, Paman."
            Paman tersenyum dan menepuk pundakku. "Suatu saat kau akan yakin." Dan Paman pun pergi. Aku masih belum mempercayai Paman. Dan keterangan Paman sama sekali tidak menyentuh hatiku yang beku. Sampai suatu hari seorang pendeta dalam kebaktian minggu berkhotbah:
"Segala perkara ini aku katakan kepadamu selagi aku tinggal bersama kamu."
"Tetapi Periclytos itu, yaitu Rohul kudus yang akan disuruhkan oleh Bapa atas namaku, ialah akan mengajarkan kepadamu segala perkara itu, (dan akan mengingatkan kamu segala sesuatu  yang aku sudah katakan kepadamu." (Yohanes 13:26-27)
"Ya Periclytos," seruku tiba-tiba. Karena ingat pada keterangan Paman.
"Ada apa nak?" kata pendeta menghentikan khotbahnya.
"Ya…. Kata-kata itu Periclytos atau Sang Penolong, yang terpuji karena kejujurannya."
"Apa?" pendeta heran. "Dengarlah baik-baik, Nak." Dan khotbah itu tak pernah aku dengarkan lagi. Karena pikiranku mengarah kepada Paman. Paman aku harus menjumpainya.Setelah itu aku kemudian cepat-cepat ingin menjumpai Paman Waraqah.
"Paman sekarang aku percaya padamu," teriakku ketika sampai di rumah Paman Waraqah. Tapi aku terkejut ketika orang-orang di rumah paman berpakaian hitam-hitam. Tanda berduka cita. Aku baru tahu kalau Paman Waraqah yang sudah tua ini kini telah tiada. Oh… betapa cepatnya berlalu. Padahal aku belum bicara padanya dan mempercayai ucapannya. Dan percaya kalau Pengantin itu telah datang dan harus disambut. Aku merasakan dunia ini terbalik….ah… akupun pingsan. ***




Cerita Pendek
Batu Yang Terbuang Jadi Batu Penjuru
Oleh Yuliadi Soekardi 

Di  panas terik bukit gersang. Yusak meluncur cepat menuruni bukit itu yang sebagian besar terdiri batu-batu  cadas. Yang kokoh tak goyah oleh terpaan terik mentari. Mungkin juga oleh guyuran air bila sekali-kali hujan mengguyurnya.
Ketika sebuah batu yang yang tak terlalu besar terantuk kakinya, ia mengaduh kecil. Dan agak mengerinyitkan dahinya. Jempol kakinya agak nyeri. Dia pun menghentikan langkahnya dan mencoba mengurut jempol dengan berjongkok. Dan ketika dibuka kasutnya, tampaklah kakinya agak kemerahan.
Sementara ia melihat batu yang menjadi sandungan baginya menggelincir ke bawah bukit sana. Suaranya ribut ketika melintasi rerumputan kering dan daun-daun kering yang terserak seperti terkejut.
 











                                                                                                                                  

Sabtu, 28 April 2012

Sayembara Menulis Cerpen

Bagi teman-teman yang sudah mengikuti Kursus Mengarang dari blog saya, anda bisa mengikuti Sayembara Mengarang Cerpen 2012. Cerpen bertema bebas namun menarik, dengan menggunakan bahasa yang standar. Maksimal 5 halaman A4 dengan huruf New Roman 12 pt. Pendaftaran ke e-mail: yuliadi.sukardi@yahoo.com dengan membayar uang pendaftaran Rp 25.000 on-line ke rekening urip yuswardi ...... akan dipilih 3 buah cerpen yang terbaik. Dan nantikan hadiah yang menarik.

koleksi buku dongeng




Selasa, 24 April 2012

Catetan Sejarah Saka Bang Kulon

TARUMA MANGADEG NAGARA ( + 358 M)
Dening Yuliadi Soekardi
Misteri anane karajan Tarumanagara wiwit kawiyak kanthi tinemune naskah kuna ing dhaerah Cirebon. Lumayan, ana kira-kira 25 jilid. Naskah nganggo basa lan tulisan Jawa Kuna diparingi judul: Pustaka Rajya-rajya i Bhumi Nusantara. Naskah dibagi dari 5 parwa (bagean). Parwa dibagi maneh 5 sarga (pasal). Naskah tuwa mau disusun dening sawijining panitia kang dipandhegani dening  Pangeran Wangsakerta (Abdulkadir Muhammad Nasaruddin) nalika panjenengane ngasta Panembahan Carbon (1677--1698).
Yen migateake prasasti Allahabad (India) ing zaman Samudragupta (330--375) kaanan tahun 358 M klop  karo kaanan sejarah India. Samudragupta iku sawijining narendra Krajan Gupta, India kang misuwur, Samudragupta  satemene putrane Chandragupta I (320--330). Muncule wangsa Gupta ing India Lor iki nduweni misi: bakal nguripake agama Hindu maneh, amarga wiwit ing zaman Ashoka (273--232 SM) agama ing India didominasi dening agama Budha.
Kocapa nalika Ashoka seda (233 SM) Krajan Maurya (kang ngawasani India, Pakistan, Afghanistan lan Bangladesh) ngalami perang sedulur lan kraman. Ing satengahing dahuru kuwi muncul bangsa Kushana (kang asale saka Asia Tengah) ngalahake mungsuh-mungsuhe lan kasil nguwasani laladan India Lor ngedegake Krajan Kushana ing awal tarekh Masehi..Sabanjure krajan mau kombul kakoncara nalika dipandeghani Kanisha kang banjur ngedegake wangsa (dinasti) anyar. Wangsa Kanisha. Kanisha uga netetpake anane kalender anyar kang disebut Taun Saka. Lan taun kawitan Saka diwiwiti taun 78 Masehi lan etungane nganggo etungan taun surya. Kanisha uga njembarake kawasane nganti tekan Afghanistan, lan Turkestan. Luwih-luwih sakwise perang geden mungsuh jenderal Pan-Chao, utusan Kaisar Han Ming-ti (dinasti Han Wetan).
Kaniskha 1 ora mung misuwur ing babagan kaprajuritan wae, nanging uga pendekar agama Budha. Panjenengane ngedegake wangunan-wangunan suci agama Budha kang sarwa endah. Ing jaman Kaniskha 1 muncul aliran agama kang nggambarake Budha kanti wanda manungsa biasa (anthromorphisasi). Saudurnge kuwi wong Budha haram nggambarake (nglukisake) Sang Budha kaya mangkono. Muncule aliran mau satemene sawijining revolusi tumrape kesenian India. Majune kesenian mau munculake puser-puser kesenian. Kayata Mathura (pernahe ing lembah Kali Gangga) lan ing Gandara (barat laut Punjab) lan ing sabagean Afganistan. Aliran Gandara mau memper kesenian Yunani/Romawi. Ora aneh yen ing jaman itu akeh digawe arca Budha lan Bodhisatwa saka watu. Ing jaman iku agama Budha pecah dadi loro (aliran Mahayana lan aliran Hinayana). Aliran Mahayana butuh arca-arca Budha saka watu kanggo kegiatan agamane. Lan uga ana sesambungan kang intensif antara India-Nusantara kala iku. Ora nggumunake yen agama Budha luwih disik sumebar ing kene, tinimbang agama Hindu. Amarga agama Budha mono sifate dakhwah. Tilase sng paling tuwa bisa ditelusur anane reca Budha ing sikile Bukit Seguntang ing Palembang. Uga ing cedhak Jember (Jawa Timur), lan ing pesisis kulon Sulawesi Selatan, ditemokake reca Budha saka perungu. Yen nithik ciri-cirine digawe ing tahun 150 M (mbarengi jamane Kaniskha 1, ing India Utara, nanging corak lan langgame cedhak karo kabudayan Amarawati ing lengkehing Kistna, India Selatan.
Kira-kira ing taun 200 M wangsa Kaniskha kang Budhis iku ngalami tumpur. India kala iku bali manh marang jaman penuh kekisruhan. Nembe ing taun 320, India Utara, dikuwasani dening Chandragupta 1, kang ngedegake Wangsa Gupta. Muncule wangsa Gupta iki, nuwuhake owah-owahan geden ing masyarakat. Yen sadurunge agama Budha dadi mayoritas, wiwit Chandragupa 1, agama Hindu ganti ndesek agama Budha, kanthi muncule para pandhita mudha kang nganakake reformasi. Dene agama Buha (Mahayana) terus kadesek ing laldan India Utara. Malah wusanane pusere Agama Budha Mahayana ngalih ing mancanagara (Tiet, Cina Thailand, Myanmar, Kamboja, Vietnam, Korea lan Jepang). Nanging aliran Hinayana, isih tetep ana ing India Kiudul wusana nganti tekan ing Srilangka nganti tumeka saiki.
Suwe-suwe agama Hindu dadi agama nasional maneh. Biyen nalika Budha dadi mayoritas ora ana panindesan marang agama liyane (Hindu). Mangkono uga nalika Hindu bali ingin panggung kakawasan ora nate keprungu anane panindesan marang para pangrasuk agama Buha. rikala iku toleransi beragama wis dadi sikepe para penguasa. Iku sababe, puser-puser agama ora nate dirusuhi lan ora ana fanatisme agama. Upamane ing paguron luhur agama Budha ing Nalanda, ing jaman Gupta lan sateruse, tetap dadi puser pasinaon  agama Budha. Malah ditekani siswa saka mancanagara (uga saka wilayah Nusantara). Kayata Fa-hsien (405--411) kang nate mampir ing Tarumanagara; terus Hsuan - Tsang (643--652) lan liya-liyane. Narendra misuwur  wangsa Gupta ora liya ya Samudragupta, putrane Chandragupta 1. Ing jamane  laladan Gupta dijembarake  nganti tumeka ing sapinggire Kali Narbada (Narmada), ratu-ratu sakiwa tengene Kali Gangga diteluake kabeh.
Nalika iku ing India Kidul na rong krajaan kang nyoba nahan lajune ekspansi Sanudragupta. Yaiku wangsa Calankayana, lan wangsa Palawa. Narendra Calankayana ora liya Hastiiwarman, dene narendra Palawa, ora liya Wisnuopa. Paparangan gedhen ora bisa diselaki maneh, nganti pirang-pirang wulan. Rajapati ora bisa kaethung wilangane. Suwe-suwe narendra sakarone ora kuat nahan krodhane wadya bala Samudragupta. Wadya sakarone ditumpes kanthi wengis ing taun 275 S (345 M). Malah kawula kang tanpa dosa ya dipateni gedhen-gedhenan.

Ngungsi Saka India
Kanggo nyingkiri pamrawasa mau para panggedhe lan kawula kang isi urip kapaksa ngungsi golek kasalametan. Ratu karo kulawargane, pangiring lan panggedhe liyane padha ngungsi sajeroning wana. Nanging ana uga sagolongan kang nekad, mangungsi mring negara liya, nyabrang sagara. Ana kang menyang Yawana, Jawadwipa, Kamboja, dan liya-liyane.
Ana salah sijine kulawarga Palawa kang ngungsi menjang Jawadwipa, dipandhegani Darmawirya tumeka ing Jawa Kulon. Wektu kuwi ing Jawa Kulon wis ana sawijining krajan kang disebut Salaknagara. Ratune kala iku Putri Spatikamawa Warmadewi (putrine Dewawarman VIII). Darmawirya malah entuk kanugrahan didhauapake karo Sang Ratu lan sabanjure bebrengan mangawasa Salakanagara kanti jejuluk Prabu Darmawirya Dewawarman (Dewawarman ka VIII tahun 348--368) lan peputra Dewi Iswari Tunggal Pertiwi Warmadewi (Dewi Minawati), lan Sang Aswarman. Aswarman diangkat anak dening Sang Kudungga pangawasa Bakulapura (ing sejarah disebut Kutai). Sabanjure Dewawarman VIII uga anggarwa Dewi Candraloka, sawijining putri sawijining brahmana saka Calankayana, India, kang padha-padha ngungsi  menyang tanah Jawa Kulon. Patutan saka Candraloka iku nurunake ratu-ratu ing Swarnadwipa, Tanah Semenanjung lan ing tanah Jawa Tengah.

Madege Tarumanagara (358 M)
Bareng karo pangukuhane Darmawirya (Dewawarman ka VIII) ana sawijining Maharesi Hindu saka kulawarga Calankayana ngungsi mring tanah Jawa. Dikanthi pangiring, prajurit, sagolongan kawula alit lanang wadhon. Ngungsi jalaran diuru wadyabala Samudragupta. Asmane Jayasingawarman, ngani tumeka ing Jawadwipa bang kulon, ;lan dadi warga Salakanagara. Sawise entuk idi palilah, Maharesi Jayasingawarman saparakanca manggon ing sacedhake Kali Citarum (cedhak sungapane).
Padunungn mau disbut Sang Mahaesi: Tarumadesa (Desa Taruma). Kira-kira sepuluh tahun saka itu Tarumadesa wiwit regeng, amarga katungka tekanan warga desa liyane kang padha pindah menyang desa Tarumadesa mau. Tarumadesa saya gedhe lan ngambra-ambra banjur suwe-suwe dari kutha utawa Nagara. Lan disebut Tarumanagara (tegese Kutha Taruma). Bareng rejane Tarumanagara Resi Jayasingawarman malah dipundhut  mantu dening Dewawarman VIII enthuk putrine kang katelah Dewi Minawati (Iswari Tunggal Pertiwi). Ing tembe peputra Darmayawarman.
Bareng karo kemajuwane Tarumanagara, Jayasingawarman uga mirsani yen tho Krajan Salakanagara dinane iki sangsaya keropos lan ora bakal suwe maneh. Mula ing kono muncul ambisine arep madeg krajan dhewe kang katelah Tarumanagara. Mula Jayasingawarman wiwit mbangun tentara kang kuwat. Terus mbangun pelabuhan. Nduduk terusan saka Kali Chandrabagha menyang segara. Terusan mau disebut Kali Gomati. Sabanjure mbangun kutharaja (ibukota) kang disebut Jayasingapura ing sapinggire Kali Gomati (antarane Bkeasi--Tugu) Tujuwane ora liya, kanggo nulak banjir, ngelancarake lalu-lintas perdagangan.
Sawise tumata Jayasingawarman wiwit nggelar wilayah kekuasaan ing sakiwa tengene Bekasi.
Lan nalika Dewawarman VIII seda ing 368 M keprabon diterusake Dewawarman IX, ambruke Salakanagara wis ora bisa digondeli maneh. Malah suwe-suwe Salakanagara kabawah Tarumanagara Jayasingawarman wiwit madheg ragu ing Tarumanagara kang jejuluk Prabu Jayasingawarman Gurudarmapurusa utawa Rajadijaraguru amarga panjenengane ya ngarangkep dadi guru agama. Jayasingawarman dadi ratu kapisan lawase 24 taun (358--383). Jayasingawarman seda sawise yuswa 60 tahun lan disareake ing pinggire Kali Gomati mula katelah Sang Lumahing Gomati.
Sateruse keprabon lengser mring putrane pambrep, Darmayawarman. Sabanjure dadi ratu Tarumanagara ka-2 kanthi jejuluk Rajaresi Darmayawarmanguru, amarga panjenenge ya ngarangkep dadi gegedhuging para guru agama (382--392).
Sang Rajaresi nyebar agama Hindu mring para penghulu desa, lan sakabehing kawula. Ning para kawula isih ngugemi agama leluhure, kang muja roh leluhur lan adat kuno. Iku sababe Sang Rajaresi ngupaya nekakake para guru agama saka India Kidul.
Kawula Tarumanagara dibage nganggo pranatan kastha (brahmana, satria, waisya, lan sudra). Golongan pendudhuk dibage marang: nista, madya, utama. Golongan nista wedhi banget marang kulawarga karaton.
Sang Rajaresi dari ratu lawase 13 taun. Sawise seda disarekake ing Kali Chandrabagha (Sang Lumahing Chandrabagha). Sedane tahun 397. Rong taun sakwise lengser keprabon digenteni putrane Sang Purnawarman. Kang laire ing tanggal kaping 8 bagean peteng wulan Palguna taun 294 S (16 Maret 372 M).
Ing kene pangripta (penulis) satuju yen jarwan prasasti kang ditulis ing jaman Purnawarman iki kudu diowahi sethithik.
"Dhek biyen Kali Candrabagha dikedhuk dening Rajadirajaguru ingkang bahune prakosa (gedhe kuwasane) sakwise ngaliwati kutha kang misuwur (Jayasingapura, YS) mili menyang segara. Ing taun ka-22 sakise madeg nata (417 M, YS), kahanan nagara tambah raharja, amarga panjining sakabeh ratu, yaiku ingkang misuwur Purnawarman, wus purna ngedhuk saluran Kali Gomati kang endah, murni banyune, miwiti tanggal kaping 8 bagean peteng wulan Palguna, lan rampung ing tanggal 13 paro-peteng wulan Caitra, paripurna sajroning 21 dina. Dawane 6122 gendewa (udaraia 11 m, YS) mili ing satengahing padalemane eyange (Sang Rajadirajaguru, YS), lan (ramane) Sang Rajaresi. Kapurnaning karya maringi kanugrahan maring para brahamana nganti 1000 sapi."
Prasasti iki klop karo yang dijelasake.
Dimuat ing Majalah Panjebar Semangatr No. 13 -- 25 Maret 2000


Sabtu, 21 April 2012

KURSUS MENGARANG

Selamat Datang di Blog ini. Aku ucapkan terima kasih anda telah membukanya. Aku doakan agar anda selalu dilimpahi rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa. Semoga anda sehat-sehat belaka. Dan dimudahkan mencari rezekinya. Amin. Ya Robbal Alamin. Bagi teman-teman yang ingin mendalami masalah karang-mengarang  anda telah membuka blog yang tepat. Karena di blog ini bolehlah mengikuti kursus kilat yang kami adakan khusus untuk itu.
Mengarang adalah pekerjaan yang membosankan bagi pemula. Padahal mengarang bisa dilakukan siapa saja, mulai dari anak-anak, remaja, orang dewasa. Oleh karena itu kami mengajak semua orang mulai anak-anak, remaja dan orang-orang dewasa untuk ramai-ramai belajar mengarang. Ada cara yang mudah untuk belajarnya. Kami menyediakan sebuah diktat yang bersifat memotivasi agar mengarang bisa berjalan dengan lancar, dan menyenangkan.
Kalau sengaja kursus tentu akan keluar biaya yang tidak sedikit. Oleh karena itu itu aku mengundang anda untuk ikut kursus mengarang. Caranya cukup mengirim uang ke alamat kami hanya Rp 60.000 dan anda akan bisa mengikuti kursus sepuasnya sampai bisa.
Oleh karena itu kami mengundang anda untuk mempelajarinya lewat sebuah diktat berjudul BERANI MENGARANG  buat Remaja atau siapa saja yang ingin belajar mengarang dari awal. Konsultasi mengarang bisa dilakukan dengan menghubungi kami secara teratur hubungi e-mail: yuliadi.sukardi@yahoo.com secara terus menerus.
untuk itu anda tinggal mengirimkan biaya sebesar Rp 50.000 ditambah ongkos kirim diktat sebesar Rp 10.000 anda akan menerima diktatnya bila telah mengirimkan biayanya. Dan begitu Diktat diterima anda pun bisa memulai mengarang begitu selesai membacanya.

Bagi  yang berminat hubungi kami pada e-mail: yuliadi.sukardi@yahoo.com

Mengarang Cerpen: Sebuah Apresiasi

oleh: Yuliadi Soekardi
Artikel ini adalah terjemahan dari : Ngarang cerpen: Sawijining Apresiasi yang dimuat di Majalah Panjebar Semangat Surabaya No. 29 -- 23 September 2000
CERPEN sebenarnya sebuah karya fiksi yang bentuknya berasal dari cerita yang pendek, dan kalau dibaca tidak menghabiskan waktu sampai satu jam. Cerpen sebuah karya sastra yang banyak dipublikasikan oleh media massa, seperti: majalah, koran, tabloid, atau dibacakan di sebuah pertemuan sastra, juga di radio-radio, televisi dalam ruang apresiasi sastra. Betapa sepinya sebuah media massa tadi bila tidak memuat cerpen satupun. Lebih-lebih media massa hiburan rasanya kok ada ganjalan bila tidak ada cerpennya.
Nah, sekarang ada pertanyaan. Bagaimana sih gatra dari cerpen itu? Umumnya, gatra sebuah cerpen yang kasat mta menunjukkan bila cerpen adala, h cerita yang benar-benar pendek. Apakah sebuah cerita pendek selalu tergolong dalam sebuah cerpen? Belum tentu sobat. Banyak sekali cerita pendek yang tidak tergolong dalam sebuah cerpen. Contoh: fabel (cerita tentang hewan yang penuh dengan ajaran moral) misalnya: Kancil Mencuri Ketimun, Bango Tua, dll; parabel  (cerita pendek mengenai ajaran agama/kitab suci) seperti: Tantri Kamandaka; dll.; anekdot (cerita lucu dan aneh, yang direkayasa atau tokoh-tokoh yang memang pernah ada) seperti Abu Nawas, Nasrudin, si Kabayan, juga rubrik di majalah PS berjudul Apa Tumon dll
Mungkin timbul pertanyaan bagaimana sih ciri-ciri sebuah cerpen itu? Pertama:  Cerpen memang cerita yang benar benar pendek, singkat. Kedua: cerpen sebuah karya yang direka-reka (fiksi),dan bukan tuturan peristiwa yang benar-benar terjadi seperti halnya berita di mass media. Karena cerpen hanya asli imajinasi (khayalan) penulisnya. Akan tetapi boleh juga disebut cerpen yang ditulis karena melihat kejadian yang sesungguhnya terjadi. Tentu dengan tuturan bergaya cerita bukan berita. dengan melihat kejadian disekitar kita setiap hari. Ketiga: cerpen itu sifatnya tuturan atau naraif. Cerpen itu bukan suatu deskripsi (gegambaran, uraian), argumentasi (memberikan alasan dengan cara tertentu); bantah-bantahan; pembicaraan) ataupun analisis (membuka sebuah uraian) sebuah masalah hangat. cerpen, bukan berita, bukan pula sketsa (gambaran, rencana, dll.)
Cerpen sebenarnya memang sebuah cerita atau tuturan, bkan sebuah analisis atau argumentasi yang kasat mata (tidak benar-benar terjadi), akan tetapi juga kejadian yang terjadi di manapun dan kapan saja. Dengan ciri-ciri di atas tadi tadi, jelas cerpen memang sebuah kisah pendek. Yang tuturannnya ditulis dengan sedikit kata-kata, sedikit pelaku, dan sedikit kejadian. Mungkin hanya satu-dua pelaku, hanya satu kejadian, dan hanya satu kesan kepada pembacanya.  Walaupun demikian, cerpen harus berupa bentuk yang tunggal, utuh dan lengkap.
Sekarang bagaimana supaya kita bisa membuat sebuah cerpen yang utuh dan lengkap? Perhatikan sebuah cerpen umumnya digarap dari unsur-unsur antara lain: adanya kejadian cerita (alur atau plot); peraga cerita dan wataknya (karakter); tema cerita; suasana cerita; suasana cerita  (mood dan atmosfer cerita); cerita (setting); suasana cerita; harapan pengarangnya (point of view); dan gaya pengarangnya (style). Akan tetapi karena terbatasnya ruangan pemuatan cerpen, umumnya pengarang hanya mementingkan salah satu unusur ceritanya. Ada cerpen yang hanya mementingkan alur cerita atau hanya mementingkan karakter saja. Atau hanya mementingkan harapan si pengarangnya saja. Meskipun begitu si pengarang tidak membuang unsur-unsur cerpen lainnya. Jelasnya, cerpen harus lengkap dan utuh, yang memuat unsur-unsur cerpen di atas. Hanya si pengarng memusatkan cerpennya dengan salah satu unsur yang menguasai cerpennya.
Dari 7 unsur cerpen tadi si pengarang mulai membuat ceritanya dalam lima langkah. 1. Pengarang menggambarkan suatu keadaan; 2. Terjadilah kemudian sebuah pertentangan antara pelaku atau keadaan (masalah); 3. Keadaan pertentangan semakin meningkat dan semakin menjadi; 4. Bahkan kejadian itu sampai pada puncakya; 5. Pengarang mulai memecahkan masalah; dan memberi akhir sebuah cerita.
Untuk menggambarkan pelaku cerita, pengarang menggunakan 2 cara. Yakni cara langsung dan cara tidak langsung.Dalam CARA LANGSUNG: pengarang langsung memberikan gambaran bentuk lahiriah suatu pelaku. Misalnya wujud fisik (wajah, hidung, mata, dll), caranya memakai busana, perilakunya, gayanya bagaimana, dst. Contohnya: "... Dul Empit yang memperhatikan cerita dari Sari Panduman itu tampak matanya tampak byar-pet seperti lampu yang mati dan hidup. Mungkin karena begitu senangnya. Tapi mungkin karena memang sudah mengantuk yang tak tertahankan. Yang namanya bibir tipis itu tak pernah berhenti berbicara." (Maryuni Purbaya; Renda-renda Bebang Sutera, PS No. 27--Juli 2000, hal. 20)
 CARA TIDAK LANGSUNG: pengarang tidak langsung menggambarkan secara samar para pelaku ceritanya. Yang menggambarkan jalan pikiran dan perasaan hatinya; menggambarkan reaksi pelaku lainnya; keadaan di sekitarnya; sehingga para pembaca bisa membuka sendiri karakternya seorang pelaku (apakah rajin, sopan, kurang ajar, brutal, soleh, dst). dua cara di atas bisa digunakan secara berselang-seling.
Contohnya: "Gadis itu mencoba mengingat-ingat maninya kejadian yang telah lalu. Malam itu yang merupakan malam perpisahan mereka telah dijalani dengan makan kesenangan sendiri. Gadis itu mencoba mencari kembali rasa yang pernah dialaminya di masa lalu. Tiba-tiba ia dikejutkan.
"Dari tadi kok hanya diam saja. Ayo bicaralah." kata seorang pria di sebelahnya dengan tegas. "Ketahuilah sudah lima tahun aku hidup sendiri yang hanya diisi dengan perasaan dingin dan kangen. Aku masih ingat saat perpisahan denganmu. Betapa air matamu memenuhi pipimu."
Gadis itu mencoba menggambarkan kejadian itu. Memang perpisahan selama 5 tahun itu terasa berat. Hanya setelah berjalan beberapa bulan gadis itu merasakan prubahan-perubahan.. Dia kemudian mencoba menghilangkan rasa sepi tadi dengan menulis surat yang panjang kepada laki-laki itu tanpa putus. dia inginkan perasaan kangen dalam surat itu dibalas oleh lelaki itu..." (Ratna Indraswari Ibrahim, PS No. 26--24 Juni 2000, halaman 24).
Harapan pengarang bisa dibagi: harapan ORANG PERTAMA. di sini pengarang menggunakan kata AKU jadi pemeran utama. Ada juga yang memakai "aku" jadi pelaku yang tidak ditokohkan (bukan pemeran utama). Seterusnya pengarang menggunakan ORANG KETIGA (dia, si A, si B, dst) jadi peraga utama. Pengarang tidak tidak terikat langsung oleh ceritanya. Hanya jadi tukang cerita belaka, tidak tahu apa-apa pikiran dan perasaan si pelaku tsb. Pokoknya si pengarang hanya melaporkan saja apa yang dilakukan si pelaku.
Pembaca, mungkin tulisan mengenai cerpen ini hanya diputuskan sampai di sini. Mungkin hanya sebuah apreasi kecil pembuka menuju dunia karang-mengarang cerpen. Harapan penulis mudah-mudahan tulisan pendek ini bisa membuka sedikit minat anda untuk mengarang sebuah cerpen. Siapa tahu. Amin. Terima kasih.

Jumat, 20 April 2012

Ngarang Cerkak: Sawijining Apresiasi


dening: Yuliadi Soekardi
Cerkak satemene sawijing karya fiksi wangunan dumdi saka cerita kang cekak. Yen diwaca ora ngentekake wektu luwih saka sajam. Cerkak, sawijining karya sastra kang akeh dipublikasi dening media massa, kayata: majalah, koran tabloid, utawa diwacakake ing pasamuan sastra, uga ing radio-televisi ing ruang apresiasi sastra. Saiba sepine sawijng media massa mau yen ora ana cerkakke siji-sijia. Luwih-luwih media massa hiburan, rasane kok rada ngganjel yen ora ana cerkake.
Banjur kayangapa gatrane cerkak kuwi? Umume, gatrane cerkak kang kasat mata nuduhake yen cerkak mono cerita kang bener-bener cekak. Ning, apa ya kabeh cerita cekak kagolong sawijing cerkak? Durung mesthi. Akeh banget cerita cekak kang ora kalebu sawijining cerkak. Contone: fabel (cerita cekak bab sasatoan kang kebak ajaran moral) umpamane: Kancil Nyolong Timun, Bango Tuwa, lsp; parabel (cerita cekak bab ajaran agama/kitb suci) umpamane: Tantri Kamandaka; lan anekdot (cerita lucu lan aneh, sing direka-reka utawa tokoh-tokoh kang pancen ana) umpamane Abu Nawas, Nasruddin uga rubrik Apa Tumon ing PS, lsp.
Terus ciri-ciri cerkak jelentrehe piye? Kapisan: cerkak mono pancen cerita kang bener-bener cekak. Kapindo: cerkak sawijininng karya kang direka-reka (fiksi), lan dudu tuturan prastawa kang nyata-nyata kadadeyan kayadene warta (berita). Nanging prastawa kang nyata-nyata kadadeyan kayadene warta (berita). Nanging pancen bener-bener asli imajinasi (khayalan). Uga kalebu cerkak kang ditulis adhedasar saka kadedayan nyata ing sakiwa-tengene kita. Katelu : cerkak sifate tuturan utawa naratif. Cerkak dudu sawijing deskrispsi (gegambaran; wedharan), argumentasi (menehi alesan kanthi cara tartamtu; bantahbantahan; pirembugan) utawa analisis (mbukak wedharan) sawijing masalah. Cekake, cerkak dudu warta (berita); dudu cerita pangumbaran; lan dudu sketsa (gegambaran; rencana; lsp).
Cerkak monon pancen sawijing cerita utawa tuturan dudu sawijing analisis utawa argumentasi kang khayali (ora bener-bener kadadeyan), ning bisa uga kedadeyan ing ngendi wae. Kanthi ciri-ciri ing ndhuwur mau, cerita  kang relatif cekak. Lan tuturane ditulis kanthi irite tetembunan, irit paraga, lan irit kadadeyan. Mung ana siji  kadadeyan, lan siji thil kesan kanggo pamaose. Sanajan kaya mangkono, cerkak dudu arupa sawijing wanda kang manunggal, wutuh lan komplit.
Piye carane supaya bisa gawe cerkak kang wutuh lan lengkep. Cerkak umume digarap saka unsur-unsur antara liya: anane kedadeyan cerita (alur utawa plot); paraga cerita lan watake (karakter); tema cerita; swasana cerita (mood lan atmosfer cerita; cerita (setting); gegebengane pangarange (point of view); lan gaya pangarange (style). Ning amarga winatese ruangan; umum pangarang mung mentingake salah siji unsur ing cerkak garapane. Ana cerkak kang mentingake alur utawa karakter wae. Ana kang nengenake gegebengane pangarang, lsp. Senajan kaya ngono deweke or mbuwang unsur-unsur cerkak liyane. Jelase, cerkak kudu lengkap lan wutuh, ngemot unsur-unsur cerkak ing nduwur. Mung we sang pangripta munjerake cerkake ing salah sijine unsur kng nguwasani cerkake.
Dadi saka unsur 7 mau, pangripta miwiti awe ceritane. Wiwitane: 1. Pangripta nggambarake sawijing kahanan; 2. Pecahe sawijing tukar padu (masalah); 3. Kahanan tambah ndadi; 4. Kadadeyan wis tekan pucuke cerita; 5 Pangripta miwiti mecahake masalah lan aweh pungkasaning cerita.
Kanggo nggambarake parag-paraga ceritane, pangripta migunakake rong cara. Cara langsung lan cara ora langsung.Cara langsung: pangripta lngsung wae nggabarake wand lahiriahe sawijining paraga. Umpamane wujud fisike (rai, irung, mata, lsp) arane manganggo busana, perilakune, lagayene, lsp. Contone: "....Dul empit sing nggatekake ceitane Sari Panduman iku mripate katon byar-pet, ora amarga rasa bungah ananging pancen ngempet kantuk sing ora mekakat. Ewa semana sing jeneng labe tipis iku ngeciwis ora uwis-uwis." (Maryuni Purbaya, Renda-renda Benang Sutrra, PS No. 27- Juli 2000, kaca 20)
Cara Ora Langsung:  pangripta ora langsung nggambarake sacara samar para para ceritane. Nggambarake dalan pikirane lanrasaning atene; nggambarakerekasi paraga liyane; kahanan sakiwa-tengene; saengga para maos bisa ngonceki dhewe karaktere sawijing para (rajin, sopan, kurang ajar, brutal, soleh , lsp. Cara loro ing duwur mau bisa dianggo selang-seling.
Conto cara ora langsung: "Kenya iku nyoba ngeling-eling manise lelakon. wengi sing mujudake weni pepisahan tumrap wong loro iku dilakoni ing papan kono mangn panganan karemane dhewe-dhewe. Kenya iku nyoba nggoleki maneh rasa pangrasa sing tau ana kaya biyen."
"Kawit mau kok mung meneng wae swarane wong lanang iku angluh. "Limang taun daklakoni ijen ing Jerman mng dikancani rasa adhem lansonya. Tansah dak eling pepisahane awake dhewe. Socmu sing kekembeng eluh."
Kenya iku nyoba nggambarake lelakon limang taun pepisahan pancen rinasa abot. Nanging  sawise lumaku  pirang-pirang sasi, kenya iku ngarasakake owahowahan. Dheweke bnjur nyoba ngilangi rasa sepi iku kanthi nulis layang sing dhawa marang wong lanang iku ...." (Ratna Indaswari Ibrahim, Dewi Seyawai, PS No. 26-24 Juni 2000, kaca 24).
Gegebengane pangripta bisa dibage marang: gegebengane wong kapisan. Pangripta migunakake "aku" dadi paraga utama. Ana uga kang migunakake aku dadi sawijining paraga kang ora ditokohake (dudu paraga utama). Sabanjure pangripta migunakake wong katelu (dheweke, si A, si B, lsp.) dadi paraga utama. Pangripta ora kabulet langsung marang caritane. Ning pangripta meruhi meruhi pikiran lan rasa si tokoh caritane. Pangripta  bisa uga tumindak dadi tukang lapuran wae.
Mbokmenawa tulisan iki banget cekake yen disebut sawijining apresiasi pambuka ngarang cerkak. Mung sakora-orane bisa nggugah setithik minat panjenengan ngarang sawijining cerkak (carita cekak = cerpen). Muga-muga wae. Nuwun.
Dimuat di Majalah Panjebar Semangat, Surabaya, No. 39 - 23 September 2000