Sabtu, 21 April 2012

Mengarang Cerpen: Sebuah Apresiasi

oleh: Yuliadi Soekardi
Artikel ini adalah terjemahan dari : Ngarang cerpen: Sawijining Apresiasi yang dimuat di Majalah Panjebar Semangat Surabaya No. 29 -- 23 September 2000
CERPEN sebenarnya sebuah karya fiksi yang bentuknya berasal dari cerita yang pendek, dan kalau dibaca tidak menghabiskan waktu sampai satu jam. Cerpen sebuah karya sastra yang banyak dipublikasikan oleh media massa, seperti: majalah, koran, tabloid, atau dibacakan di sebuah pertemuan sastra, juga di radio-radio, televisi dalam ruang apresiasi sastra. Betapa sepinya sebuah media massa tadi bila tidak memuat cerpen satupun. Lebih-lebih media massa hiburan rasanya kok ada ganjalan bila tidak ada cerpennya.
Nah, sekarang ada pertanyaan. Bagaimana sih gatra dari cerpen itu? Umumnya, gatra sebuah cerpen yang kasat mta menunjukkan bila cerpen adala, h cerita yang benar-benar pendek. Apakah sebuah cerita pendek selalu tergolong dalam sebuah cerpen? Belum tentu sobat. Banyak sekali cerita pendek yang tidak tergolong dalam sebuah cerpen. Contoh: fabel (cerita tentang hewan yang penuh dengan ajaran moral) misalnya: Kancil Mencuri Ketimun, Bango Tua, dll; parabel  (cerita pendek mengenai ajaran agama/kitab suci) seperti: Tantri Kamandaka; dll.; anekdot (cerita lucu dan aneh, yang direkayasa atau tokoh-tokoh yang memang pernah ada) seperti Abu Nawas, Nasrudin, si Kabayan, juga rubrik di majalah PS berjudul Apa Tumon dll
Mungkin timbul pertanyaan bagaimana sih ciri-ciri sebuah cerpen itu? Pertama:  Cerpen memang cerita yang benar benar pendek, singkat. Kedua: cerpen sebuah karya yang direka-reka (fiksi),dan bukan tuturan peristiwa yang benar-benar terjadi seperti halnya berita di mass media. Karena cerpen hanya asli imajinasi (khayalan) penulisnya. Akan tetapi boleh juga disebut cerpen yang ditulis karena melihat kejadian yang sesungguhnya terjadi. Tentu dengan tuturan bergaya cerita bukan berita. dengan melihat kejadian disekitar kita setiap hari. Ketiga: cerpen itu sifatnya tuturan atau naraif. Cerpen itu bukan suatu deskripsi (gegambaran, uraian), argumentasi (memberikan alasan dengan cara tertentu); bantah-bantahan; pembicaraan) ataupun analisis (membuka sebuah uraian) sebuah masalah hangat. cerpen, bukan berita, bukan pula sketsa (gambaran, rencana, dll.)
Cerpen sebenarnya memang sebuah cerita atau tuturan, bkan sebuah analisis atau argumentasi yang kasat mata (tidak benar-benar terjadi), akan tetapi juga kejadian yang terjadi di manapun dan kapan saja. Dengan ciri-ciri di atas tadi tadi, jelas cerpen memang sebuah kisah pendek. Yang tuturannnya ditulis dengan sedikit kata-kata, sedikit pelaku, dan sedikit kejadian. Mungkin hanya satu-dua pelaku, hanya satu kejadian, dan hanya satu kesan kepada pembacanya.  Walaupun demikian, cerpen harus berupa bentuk yang tunggal, utuh dan lengkap.
Sekarang bagaimana supaya kita bisa membuat sebuah cerpen yang utuh dan lengkap? Perhatikan sebuah cerpen umumnya digarap dari unsur-unsur antara lain: adanya kejadian cerita (alur atau plot); peraga cerita dan wataknya (karakter); tema cerita; suasana cerita; suasana cerita  (mood dan atmosfer cerita); cerita (setting); suasana cerita; harapan pengarangnya (point of view); dan gaya pengarangnya (style). Akan tetapi karena terbatasnya ruangan pemuatan cerpen, umumnya pengarang hanya mementingkan salah satu unusur ceritanya. Ada cerpen yang hanya mementingkan alur cerita atau hanya mementingkan karakter saja. Atau hanya mementingkan harapan si pengarangnya saja. Meskipun begitu si pengarang tidak membuang unsur-unsur cerpen lainnya. Jelasnya, cerpen harus lengkap dan utuh, yang memuat unsur-unsur cerpen di atas. Hanya si pengarng memusatkan cerpennya dengan salah satu unsur yang menguasai cerpennya.
Dari 7 unsur cerpen tadi si pengarang mulai membuat ceritanya dalam lima langkah. 1. Pengarang menggambarkan suatu keadaan; 2. Terjadilah kemudian sebuah pertentangan antara pelaku atau keadaan (masalah); 3. Keadaan pertentangan semakin meningkat dan semakin menjadi; 4. Bahkan kejadian itu sampai pada puncakya; 5. Pengarang mulai memecahkan masalah; dan memberi akhir sebuah cerita.
Untuk menggambarkan pelaku cerita, pengarang menggunakan 2 cara. Yakni cara langsung dan cara tidak langsung.Dalam CARA LANGSUNG: pengarang langsung memberikan gambaran bentuk lahiriah suatu pelaku. Misalnya wujud fisik (wajah, hidung, mata, dll), caranya memakai busana, perilakunya, gayanya bagaimana, dst. Contohnya: "... Dul Empit yang memperhatikan cerita dari Sari Panduman itu tampak matanya tampak byar-pet seperti lampu yang mati dan hidup. Mungkin karena begitu senangnya. Tapi mungkin karena memang sudah mengantuk yang tak tertahankan. Yang namanya bibir tipis itu tak pernah berhenti berbicara." (Maryuni Purbaya; Renda-renda Bebang Sutera, PS No. 27--Juli 2000, hal. 20)
 CARA TIDAK LANGSUNG: pengarang tidak langsung menggambarkan secara samar para pelaku ceritanya. Yang menggambarkan jalan pikiran dan perasaan hatinya; menggambarkan reaksi pelaku lainnya; keadaan di sekitarnya; sehingga para pembaca bisa membuka sendiri karakternya seorang pelaku (apakah rajin, sopan, kurang ajar, brutal, soleh, dst). dua cara di atas bisa digunakan secara berselang-seling.
Contohnya: "Gadis itu mencoba mengingat-ingat maninya kejadian yang telah lalu. Malam itu yang merupakan malam perpisahan mereka telah dijalani dengan makan kesenangan sendiri. Gadis itu mencoba mencari kembali rasa yang pernah dialaminya di masa lalu. Tiba-tiba ia dikejutkan.
"Dari tadi kok hanya diam saja. Ayo bicaralah." kata seorang pria di sebelahnya dengan tegas. "Ketahuilah sudah lima tahun aku hidup sendiri yang hanya diisi dengan perasaan dingin dan kangen. Aku masih ingat saat perpisahan denganmu. Betapa air matamu memenuhi pipimu."
Gadis itu mencoba menggambarkan kejadian itu. Memang perpisahan selama 5 tahun itu terasa berat. Hanya setelah berjalan beberapa bulan gadis itu merasakan prubahan-perubahan.. Dia kemudian mencoba menghilangkan rasa sepi tadi dengan menulis surat yang panjang kepada laki-laki itu tanpa putus. dia inginkan perasaan kangen dalam surat itu dibalas oleh lelaki itu..." (Ratna Indraswari Ibrahim, PS No. 26--24 Juni 2000, halaman 24).
Harapan pengarang bisa dibagi: harapan ORANG PERTAMA. di sini pengarang menggunakan kata AKU jadi pemeran utama. Ada juga yang memakai "aku" jadi pelaku yang tidak ditokohkan (bukan pemeran utama). Seterusnya pengarang menggunakan ORANG KETIGA (dia, si A, si B, dst) jadi peraga utama. Pengarang tidak tidak terikat langsung oleh ceritanya. Hanya jadi tukang cerita belaka, tidak tahu apa-apa pikiran dan perasaan si pelaku tsb. Pokoknya si pengarang hanya melaporkan saja apa yang dilakukan si pelaku.
Pembaca, mungkin tulisan mengenai cerpen ini hanya diputuskan sampai di sini. Mungkin hanya sebuah apreasi kecil pembuka menuju dunia karang-mengarang cerpen. Harapan penulis mudah-mudahan tulisan pendek ini bisa membuka sedikit minat anda untuk mengarang sebuah cerpen. Siapa tahu. Amin. Terima kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar